Liburan. Ketika mendengar kata ini, apa yang terlintas di benak Anda? Bepergian ke luar kota? Kumpul bersama keluarga? Atau hanya berdiam diri di rumah? Setiap orang pasti memiliki pengertian tersendiri tentang liburan. Hal yang perlu disoroti adalah tujuan yang melatarbelakangi mereka melakukannya. Spontanitas atau kebutuhan?
Tony Wheeler, pendiri Lonely Planet, sangat mencintai pekerjaannya sebagai seorang travel writer. Pria kelahiran 1946 ini bahkan telah menghabiskan hidupnya dengan berkeliling dunia. Dalam tulisan yang berjudul Tony Wheeler: Why travel is more important than ever, pendiri situs travel guide dan buku panduan wisata ini menyampaikan bahwa traveling bisa membuatnya dekat dengan semua orang. Baginya, berlibur merupakan kebutuhan untuk mengenal berbagai budaya di seluruh dunia.
Pandangan tersebut bisa saja berbeda di mata orang lain. Liburan mungkin hanya dipandang sebagai spontanitas belaka. Artinya, masyarakat hanya “terpaksa” melakukannya saat liburan. Fenomena ini acapkali terjadi di Indonesia.
Liburan menuntut sebuah perencanaan yang matang. Sayangnya, hal ini kurang dicermati oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Semasa liburan, masyarakat akan mulai berbondong-bondong untuk memadati tempat-tempat wisata. Mereka seharusnya merencanakan tetek-bengeknya pada jauh-jauh hari. Semisal, melakukan reservasi kamar hotel atau tiket pesawat sebelum hari keberangkatan.
Alhasil, aksi liburan spontan ini mendatangkan banyak “bencana”, seperti kehabisan tiket kendaraan dan penginapan. Tentu tidak semua orang pergi tanpa rencana liburan yang matang. Hanya saja, kebiasaan tersebut seperti sudah mengakar di masyarakat.
Gaya hiduplah yang menjadi tolok ukur, bagaimana suatu masyarakat memaknai liburan. Menurut Times of India, berlibur adalah sebuah kenikmatan hidup. Liburan memberikan waktu untuk melepas penat dan meninggalkan rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Itulah yang membuat mereka lebih fokus untuk mematangkan rencana liburan sejak jauh-jauh hari. Gaya hidup adalah kuncinya.
Ketika masyarakat memandang liburan sebagai sebuah gaya hidup, maka itu menjadi sebuah kebutuhan yang tak terelakkan. Bagaimana pun caranya, mereka harus memenuhinya. Sebaliknya, jika liburan hanya menjadi sebuah spontanitas, maka keberadaanya akan dipandang sebagai pelengkap saja.
Jadi, apa makna liburan bagi Anda? Kebutuhan atau spontanitas?